Hujair A.H. Sanaky mengemukakan bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari akar
dan kebudayaan suatu bangsa dan tentu saja norma yang dianutnya. Proses
pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang
terjadi dewasa ini yang cenderung mengaliensikan proses pendidikan dari
kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma (paradigma shift) dari
pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan
masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi adalah membangun suatu masyarakat
madani Indonesia. Oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam
diarahkan untuk terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut. Arah
perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama ke paradigma baru, terdapat
dalam berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan tersebut.
a.
Paradigma
lama memperlihatkan upaya pendidikan lebih cenderung pada sentralistik,
kebijakan lebih bersifat top down, orientasi pengembangan pendidikan
lebih bersifat parsial, karena pendidikan didesain untuk sektor pertumbuhan
ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, serta teknologi perakitan. Peran
pemerintah sangat dominan dalam kebijakan pendidikan, dan lemahnya peran
institusi pendidikan dan institusi non-sekolah
b.
Paradigmabaru, orientasi pendidikan pada desentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom
up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik;
artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam
kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjungjung tinggi nilai moral,
kemanusiaan dan agam, keasadaran kreatif, produktif dan kesadaran hukum. Meningkatkan
peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam upaya
pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masayarakat, seperti keluarga,
LSM, pesantren, dunia usaha, lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya
pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan pada terbentuknya
masayakat madani Indonesia.
Upaya membangun pendidikan Islam berwawasan global bukan persoalan mudah,
karena pada waktu bersamaan, pendidikan Islam harus memiliki kewajiban untuk
melestarikan, menanamkan nilai-nilai ajaran Islam dan pada pihak lain, berusaha
untuk menanamkan karakter budaya nasional Indonesia dan budaya global.
Sekalipun demikian, upaya untuk membangun pendidikan Islam yang berwawasan
global dapat dilaksanakan dengan langkah terencana dan strategis. Dalam
menyusun strategi untuk menjawab tantangan perubahan tersebut, paling tidak
harus memperhatikan beberapa ciri berikut:
a. Pendidikan
Islam diupayakan lebih diorientasikan atau “lebih menekankan upaya proses
pemebelajaran (learning) daripada (teaching)”
b.
Pendidikan
Islam dapat “diorganisasi dalam suatu struktur yang lebih bersifat fleksibel”
c. Pendidikan
Islam dapat “memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki
karakteristik khusus dan mandiri.
d.
Pendidikan
Islam, “merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa beriteraksi
dengan lingkungan”. (Zamroni, 2000:9)
Keempat ciri ini, dapat disebut dengan paradigma pendidikan
sistematik-organik yang “menuntut pendidikan bersifat double tracks,
artinya pendidikan sebagai suatu proses yang tidak dilepaskan dari perkembangan
dan dinamika masyarakat”.
A.
Kesimpulan
Pendidikan berjalan sepanjang hayat
masyarakat, dengan menekankan sikap kreatif, kritis, tanggap terhadap
permasalahan lingkungan dan memiliki nilai moral yang tinggi. Selain itu
pendidikan tidak terlepas dari kultur bangsa sebagai karakter, dan tentunya
adanya kesesuaian antara tujuan pendidikan dan kebutuhan sumber daya manusia
yang diperlukan di masyarakat. Pemerintah sebagai salah satu tonggak
pelaksanaan pendidikan sudah menjadi kewajiban ikut berpartisipasi dalam
pelaksanaan pelayanan pendidikan sebagaimana tercantum dalam UU Dasar 45 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan di Indonesia untuk masa depan selain
mengedepankan aspek intelektualitas juga menekankan aspek kesadaran moral
sebagai penyeimbang tatkala seorang peserta didik berinteraksi langsung baik
dengan pendidik atau masyarakat umum. Karena tanpa didasari itu, perencanaanpendidikan pada masa depan akan cenderung gagal. Dengan adanya perencanaan
pendidikan maka akan mampu mengatasi faktor reformasi, faktor sosial-budaya,
globalisasi, humanisasi dan demokratisasi, dan faktor kombinasi pendekatan.
Disamping itu, perlu juga dilakukannya sebuah perencanaan pendidikan berwawasan
Islam untuk menghadapi dunia global agar pendidikan mampu menyaring
kulturalisasi dari dunia luar.
0 komentar:
Posting Komentar